Refleksi Ekosistem Perfilman di Malang Hari Ini

NCreators Akademi mempersembahkan Bincang Asik #1 dengan tajuk “Film dan Ekosistemnya” di Mini Theater UMM Dome pada Kamis (14/12). Dalam agenda ini, acara dipandu oleh Novin Wibowo sebagai Direktur Raya Media Creative dan Rifqi Mansur Maya dari Pehagengsi. NCreators sendiri merupakan wadah kolaborasi konten kreator yang bermula dari Festival Mbois ke-8 pada September lalu. Dari sana, NCreators diniatkan untuk menjadi wadah pengembangan konten kreator tidak hanya di Kota Malang dan kedepannya akan berkeliling dari kampus ke kampus.

JAWA TIMURFILM KOMUNITASPEMUTARAN FILM

Fariduddin Aththar

12/15/20233 min read

Rifqi Mansur Maya (Kiri), Novin Wibowo (Tengah) dan Moderator

BeritaSinema.com - NCreators Akademi mempersembahkan Bincang Asik #1 dengan tajuk “Film dan Ekosistemnya” di Mini Theater UMM Dome pada Kamis (14/12). Dalam agenda ini, acara dipandu oleh Novin Wibowo sebagai Direktur Raya Media Creative dan Rifqi Mansur Maya dari Pehagengsi. NCreators sendiri merupakan wadah kolaborasi konten kreator yang bermula dari Festival Mbois ke-8 pada September lalu. Dari sana, NCreators diniatkan untuk menjadi wadah pengembangan konten kreator tidak hanya di Kota Malang dan kedepannya akan berkeliling dari kampus ke kampus.

Acara dimulai pada pukul 4 sore, dengan pemutaran film YK48 (Pehagengsi, 2022) yang mengisahkan sejarah perfilman di Yogyakarta sejak masa sebelum kemerdekaan. Tidak hanya berasal dari sekolah seni atau film, pasang surut perfilman di Yogyakarta juga tak lepas dari peran komunitas dan festival-festival film baik di tingkat profesional maupun pelajar. Bahkan di masa reformasi, masih ada 600an komunitas film yang bertahan. Nama-nama dan karya besar muncul dari sana dan memenangkan penghargaan hingga ke kancah internasional.

Tidak hanya oleh sineas, industri perfilman di Jogja juga didukung oleh rekan-rekan sinefil dari klub film yang rajin melakukan pemutaran hingga peneliti dan kritikus film yang giat melakukan apresiasi. Dari sisi negara, pemerintah memberikan dukungan berupa Dana Keistimewaan atau Danais yang sebagiannya dikucurkan untuk produksi film fiksi dan dokumenter. Tidak hanya komunitas, perkembangan perfilman di Jogja merupakan kolaborasi penting antara masyarakat dan negara.

Setelahnya, acara dilanjutkan dengan pemutaran film Persenan (Lukman Hakim, 2021). Bercerita tentang dua orang filmmaker yang mendapat proyekan dari pemerintah dan dimintai “institutional fee” untuk mempermudah kelancaran proses produksi mereka. Tidak hanya dari pejabat pemerintahan, persenan itu dimintai oleh teman atau kenalan yang memberikan mereka informasi bahkan penyedia lokasi syuting yang hanya memberikan “pemandangan indah” sebagai fasilitas.

Tipikal pejabat yang tidak becus bekerja, mereka juga mengganggu proses produksi dan punya banyak permintaan. Menurut Novin Wibowo, film ini merupakan “curhatan” dari dalam hatinya selama terlibat dalam proyek pemerintah. Tidak hanya mendapat Juara 3 dalam Kategori Ide Terbaik ACFFEST 2021, film ini juga diputar dalam kantor-kantor pemerintahan untuk menjadi refleksi bagi institusi yang sering ditemui praktik serupa.

Dalam sesi tanya jawab, Rifqi Mansur Maya atau yang akrab dipanggil Kiki menjelaskan tentang bagaimana musti ada belanja footage yang cukup besar untuk film-film yang menjadi bahan dalam dokumenter sepanjang 49 menit tersebut. Selain itu, footage-footage lain diberikan oleh senior-senior di industri perfilman untuk turut serta dalam proyek edukasi. Merefleksikannya dengan situasi di Kota Malang, perfilman belum bisa menjadi industri atau ekosistem yang mapan. Penonton belum mau hadir dalam screening-screening alternatif berbayar yang seharusnya uang dari sana bisa diputar kembali untuk proses produksi berikutnya. Untuk itu, sineas kemudian menjadi “funding hunter” yang bergantung pada pendanaan dari luar.

Sebuah pertanyaan muncul terkait proses kritik atau ulasan film yang sering dilakukan dan bagaimana sineas meresponnya. Menurut Kiki, mereka yang membuat kritik “tajam” terhadap karya biasanya malah akan ditemani dan didengar sarannya karena lebih jujur. Selain itu, kritik-kritik biasanya juga disampaikan pada konteks di luar mediumnya, yaitu sebagai fungsinya. Mas Novin mengamini hal serupa karena interpretasi atas isi film akan lebih mudah diterima secara umum, tidak hanya yang berkutat pada filmmaking.

Pada sesi terakhir, muncul pertanyaan terkait perfilman secara umum dan bagaimana seseorang jika berniat masuk dalam industri memulai karirnya. Mas Novin menjelaskan bahwa belajar filmmaking bukan hanya tentang kamera, sebagaimana yang ia temui selama ini. Selain itu, masih ada banyak aspek semisal tata rias, tata busana, hingga musik yang bisa menjadi pintu masuk untuk terlibat dalam industri perfilman. Mas Kiki memberikan satu contoh aspek yang penting dalam film, yaitu marketing. Bahwa, film tidak hanya berhenti setelah dibuat tetapi juga musti diterima oleh penonton dan untuk itu musti berawal dari masalah yang sudah jamak ditemui dalam masyarakat. Dengan begitu, penonton akan merasa terhubung dengan film dan target penonton dapat dipenuhi oleh industri.

Setelah sesi tanya jawab, acara dilanjutkan dengan pemutaran trailer dari proyek Pehagengsi selanjutnya yaitu sebuah fiksi-animasi-aksi berjudul Wanara and The Last Temple yang dicanangkan akan selesai tahun 2024. Berdasarkan komik karya Sweta Kartika berjudul serupa, film ini merupakan kerjasama antara Wanara Studio yang berbasis di Bandung dengan Tampar Production. Penonton dapat mendukung produksi film ini dengan paket merchandise di situs www.wanaraanimation.com mulai dari Rp. 99.000,- . (FA/K2/FA)